MUHAMAD RAHMAT
NPM :14111694
KLEAS :1KA20
MAKALAH KEWARGANEGARAAN DAN
NEGARA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai
warga Negara dan masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang
sama, Yang pokok adalah bahwa setiap orang
haruslah terjamin haknya untuk
mendapatkan status kewarganegaraan, sehingga
terhindar dari kemungkinan menjadi
‘stateless’ atau tidak berkewarganegaraan.
Tetapi pada saat yang bersamaan,
setiap negara tidak boleh membiarkan seseorang
memilki dua status
kewarganegaraan sekaligus. Itulah sebabnya diperlukan
perjanjian kewarganegaraan antara
negara-negara modern untuk menghindari status
dwi-kewarganegaraan
tersebut. Oleh karena itu, di samping
pengaturan
kewarganegaraan
berdasarkan kelahiran dan melalui proses
pewarganegaraan
(naturalisasi) tersebut, juga
diperlukan mekanisme lain yang lebih sederhana, yaitu
melalui registrasi biasa.
Indonesia
sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’,
mengatur kemungkinan
warganya untuk mendapatkan status kewarganegaraan
melalui prinsip kelahiran. Sebagai
contoh banyak warga keturunan Cina yang masih
berkewarganegaraan Cina
ataupun yang memiliki dwi-kewarganegaraan antara
Indonesia dan Cina, tetapi bermukim
di Indonesia dan memiliki keturunan di
Indonesia. Terhadap anak-anak mereka
ini sepanjang yang bersangkutan tidak
berusaha untuk mendapatkan status
kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya,
dapat saja diterima sebagai
warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal
ini dianggap tidak sesuai dengan
prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya
terhadap mereka itu dapat dikenakan
ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui
proses registrasi biasa, bukan
melalui proses naturalisasi yang mempersamakan
kedudukan mereka sebagai orang asing
sama sekali.
1.2 Rumusan Masalah
Yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah tentang pengertian
kewarganegaraandan kedudukan warga
Negara di Indonesia. Yang mana keduanya
merupakan dasar bagi kita seorang
warga Negara, agar mengetahui batasan-batasa
kewarganegaraan dan perolehan hakdan
kewajiban seorang warga negara, yang di
harapkan akan menentukan
langkah-langkah kita dalam upaya bela negara.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Memenuhi salah satu tugas mata
pelajaran pendidika kewarganegaraan
2. menambah pengetahuan tentang
pendidikan kewarga negaraan.
3. membahas secara sederhana peranan
warga negara.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KEWARGANEGARAAN
2.1.1 Pangertian
Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang dalam
satuan politik
tertentu (secara khusus: negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi
dalam kegiatan politik.
Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang
warga negara berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep kewargaan (bahasa Inggris: citizenship). Di dalam pengertian ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga kota atau warga kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah, kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik akan memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi warganya.
Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan (bahasa Inggris: nationality). Yang membedakan adalah hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan. Ada kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak berpartisipasi dalam politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi anggota bangsa dari suatu negara.
Di bawah teori kontrak sosial, status kewarganegaraan memiliki implikasi hak dan kewajiban. Dalam filosofi "kewarganegaraan aktif", seorang warga negara disyaratkan untuk menyumbangkan kemampuannya bagi perbaikan komunitas melalui partisipasi ekonomi, layanan publik, kerja sukarela, dan berbagai kegiatan serupa untuk memperbaiki penghidupan masyarakatnya. Dari dasar pemikiran ini muncul mata pelajaran Kewarganegaraan (bahasa Inggris: Civics) yang diberikan di sekolah-sekolah.
2.1.2 WARGA NEGARA INDONESIA
Seorang Warga Negara Indonesia (WNI)
adalah orang yang diakui oleh UU
sebagai warga negara Republik
Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu
Tanda Penduduk
, berdasarkan Kabupaten
atau (khusus DKI Jakarta
) Provinsi, tempat
ia terdaftar sebagai penduduk/warga.
Kepada orang ini akan diberikan nomor
identitas yang unik (Nomor Induk
Kependudukan
, NIK) apabila ia telah berusia 17
tahun dan mencatatkan diri di kantor
pemerintahan. Paspor
diberikan oleh negara
kepada warga negaranya sebagai bukti
identitas yang bersangkutan dalam tata
hukum internasional.
Kewarganegaraan Republik Indonesia
diatur dalam UU no. 12 tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi
Warga Negara Indonesia (WNI) adalah
:
1. setiap orang yang sebelum
berlakunya UU tersebut telah menjadi
WNI
2. anak yang lahir dari perkawinan
yang sah dari ayah dan ibu WNI
3. anak yang lahir dari perkawinan
yang sah dari seorang ayah WNI dan
ibu warga negara asing (WNA), atau
sebaliknya
4. anak yang lahir dari perkawinan
yang sah dari seorang ibu WNI dan
ayah yang tidak memiliki
kewarganegaraan atau hukum negara asal sang
ayah tidak memberikan
kewarganegaraan kepada anak tersebut
5. anak yang lahir dalam tenggang
waktu 300 hari setelah ayahnya
meninggal dunia dari perkawinan yang
sah, dan ayahnya itu seorang WNI
6. anak yang lahir di luar
perkawinan yang sah dari ibu WNI
7. anak yang lahir di luar
perkawinan yang sah dari ibu WNA yang
diakui oleh seorang ayah WNI sebagai
anaknya dan pengakuan itu dilakukan
sebelum anak tersebut berusia 18
tahun atau belum kawin
8. anak yang lahir di wilayah negara
Republik Indonesia yang pada
waktu lahir tidak jelas status
kewarganegaraan ayah dan ibunya.
9. anak yang baru lahir yang
ditemukan di wilayah megara Republik
Indonesia selama ayah dan ibunya
tidak diketahui
10. anak yang lahir di wilayah
negara Republik Indonesia apabila ayah
dan ibunya tidak
memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui
keberadaannya
11. anak yang dilahirkan di luar
wilayah Republik Indonesia dari ayah
dan ibu WNI, yang karena ketentuan
dari negara tempat anak tersebut
dilahirkan memberikan
kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan
12. anak dari seorang ayah atau ibu
yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah
atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan
janji setia.
Selain itu, diakui pula sebagai WNI
bagi
1. anak WNI yang lahir di luar
perkawinan yang sah, belum berusia 18
tahun dan belum
kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing
2. anak WNI yang belum berusia lima
tahun, yang diangkat secara sah
sebagai anak oleh WNA berdasarkan
penetapan pengadilan
3. anak yang belum berusia 18 tahun
atau belum kawin, berada dan
bertempat tinggal
di wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh
kewarganegaraan Indonesia
4. anak WNA yang belum berusia lima
tahun yang diangkat anak secara
sah menurut penetapan pengadilan
sebagai anak oleh WNI.
Kewarganegaraan Indonesia juga
diperoleh bagi seseorang yang termasuk dalam
situasi sebagai berikut:
1. Anak yang belum berusia 18 tahun
atau belum kawin, berada dan
bertempat tinggal di wilayah
Republik Indonesia, yang ayah atau ibunya
memperoleh kewarganegaraan Indonesia
2. Anak warga negara asing yang
belum berusia lima tahun yang
diangkat anak secara sah menurut
penetapan pengadilan sebagai anak oleh
warga negara Indonesia
Di samping
perolehan status kewarganegaraan seperti tersebut
di atas,
dimungkinkan pula perolehan
kewarganegaraan Republik Indonesia melalui proses
pewarganegaraan. Warga negara asing
yang kawin secara sah dengan warga negara
Indonesia dan telah tinggal di
wilayah negara Republik Indonesia sedikitnya lima
tahun berturut-turut atau sepuluh
tahun tidak berturut-turut dapat menyampaikan
pernyataan menjadi warga negara di
hadapan pejabat yang berwenang, asalkan tidak
mengakibatkan kewarganegaraan ganda.
Berbeda dari UU Kewarganegaraan
terdahulu, UU Kewarganegaraan tahun
2006 ini memperbolehkan
dwikewarganegaraan secara terbatas, yaitu untuk anak
yang berusia sampai 18 tahun dan
belum kawin sampai usia tersebut. Pengaturan
lebih lanjut mengenai hal ini
dicantumkan pada Peraturan Pemerintah no. 2 tahun
2007.
Dari UU ini terlihat bahwa secara
prinsip Republik Indonesia menganut asas
kewarganegaraan ius sanguinis
; ditambah dengan ius soli
terbatas (lihat poin 8-10)
dan kewarganegaraan ganda terbatas
(poin 11).
2.2 KEDUDUKAN WARGA NEGARA DI NEGARA
INDONESIA
Dapat dikatakan bahwa proses
kewarganegaraan itu dapat diperoleh melalui
tiga cara, yaitu: (i)
kewarganegaraan karena kelahiran atau ‘citizenship by birth’, (ii)
kewarganegaraan melalui
pewarganegaraan atau ‘citizenship by naturalization’, dan
(iii) kewarganegaraan melalui
registrasi biasa atau ‘citizenship by registration’.
Ketiga cara ini
seyogyanya dapat sama-sama dipertimbangkan dalam
rangka
pengaturan mengenai kewarganegaraan
ini dalam sistem hukum Indonesia, sehingga
kita tidak membatasi pengertian mengenai
cara memperoleh status kewarganegaraan
itu hanya dengan cara pertama dan
kedua saja sebagaimana lazim dipahami selama
ini.
Kasus-kasus
kewarganegaraan di Indonesia juga banyak
yang tidak
sepenuhnya dapat diselesaikan melalui
cara pertama dan kedua saja. Sebagai contoh,
banyak warganegara Indonesia yang
karena sesuatu, bermukim di Belanda, di
Republik Rakyat Cina, ataupun di
Australia dan negara-negara lainnya dalam waktu
yang lama sampai
melahirkan keturunan, tetapi tetap mempertahankan
status
kewarganegaraan Republik Indonesia.
Keturunan mereka ini dapat
memperoleh status kewarganegaraan Indonesia
dengan cara registrasi biasa yang
prosesnya tentu jauh lebih sederhana daripada
proses naturalisasi. Dapat pula
terjadi, apabila yang bersangkutan, karena sesuatu
sebab, kehilangan kewarganegaraan
Indonesia, baik karena kelalaian ataupun sebab-
sebab lain, lalu
kemudian berkeinginan untuk kembali mendapatkan
kewarganegaraan Indonesia, maka
prosesnya seyogyanya tidak disamakan dengan
seorang warganegara
asing yang ingin memperoleh status
kewarganegaraan
Indonesia.
Lagi pula sebab-sebab hilangnya
status kewarganegaraan itu bisa saja terjadi
karena kelalaian, karena alasan
politik, karena alasan teknis yang tidak prinsipil,
ataupun karena
alasan bahwa yang bersangkutan memang secara
sadar ingin
melepaskan status kewarganegaraannya
sebagai warganegara Indonesia. Sebab atau
alasan hilangnya kewarganegaraan itu
hendaknya dijadikan pertimbangan yang
penting, apabila
yang bersangkutan ingin kembali mendapatkan
status
kewarganegaraan Indonesia. Proses
yang harus dilakukan untuk masing-masing
alasan tersebut sudah semestinya
berbeda-beda satu sama lain.
Yang pokok adalah bahwa setiap orang
haruslah terjamin haknya untuk
mendapatkan status kewarganegaraan,
sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi
‘stateless’ atau tidak
berkewarganegaraan. Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap
negara tidak boleh membiarkan seseorang
memilki dua status kewarganegaraan
sekaligus. Itulah sebabnya
diperlukan perjanjian kewarganegaraan antara negara-
negara modern untuk menghindari
status dwi-kewarganegaraan tersebut. Oleh karena
itu, di samping pengaturan
kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan melalui
proses pewarganegaraan
(naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang
lebih sederhana, yaitu melalui
registrasi biasa.
Di samping itu, dalam proses
perjanjian antar negara, perlu diharmonisasikan
adanya prinsip-prinsip yang secara
diametral bertentangan, yaitu prinsip ‘ius soli’
dan prinsip ‘ius sanguinis’
sebagaimana diuraikan di atas. Kita memang tidak dapat
memaksakan pemberlakuan satu prinsip
kepada suatu negara yang menganut prinsip
yang berbeda. Akan tetapi, terdapat
kecenderungan internasional untuk mengatur
agar terjadi harmonisasi dalam
pengaturan perbedaan itu, sehingga di satu pihak
dapat dihindari terjadinya
dwi-kewarganegaraan, tetapi di pihak lain tidak akan ada
orang yang berstatus ‘stateless’
tanpa kehendak sadarnya sendiri. Karena itu, sebagai
jalan tengah
terhadap kemungkinan perbedaan tersebut, banyak
negara yang
berusaha menerapkan sistem campuran
dengan tetap berpatokan utama pada prinsip
dasar yang dianut dalam sistem hukum
masing-masing.
Indonesia sebagai negara yang pada
dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’,
mengatur kemungkinan
warganya untuk mendapatkan status kewarganegaraan
melalui prinsip kelahiran. Sebagai
contoh banyak warga keturunan Cina yang masih
berkewarganegaraan Cina
ataupun yang memiliki dwi-kewarganegaraan antara
Indonesia dan Cina, tetapi bermukim
di Indonesia dan memiliki keturunan di
Indonesia. Terhadap anak-anak mereka
ini sepanjang yang bersangkutan tidak
berusaha untuk mendapatkan status
kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya,
dapat saja diterima sebagai
warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal
ini dianggap tidak sesuai dengan
prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya
terhadap mereka itu dapat dikenakan
ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui
proses registrasi biasa, bukan
melalui proses naturalisasi yang mempersamakan
kedudukan mereka sebagai orang asing
sama sekali.
2.2.1 Persamaan Kedudukan Warga
Negara
1. Landasan yang Menjamin Persamaan
Kedudukan Warga Negara
a. Makna Persamaan
Saling menghargai dan menghormati
orang lain tanpa membeda-bedakan suku,
agama, ras dan antargolongan (SARA)
b. Jaminan Persamaan Hidup
(Pendekatan Kultural)
Beberapa nilai cultural bangsa
Indonesia yang dapat dilestarikan :
1. Nilai Religius
2. Nilai Gotong Royong
3. Nilai Ramah Tamah
4. Nilai Cinta Tanah Air
c. Jaminan Persamaan Hidup dalam
Konstitusi Negara
Jaminan persamaan hidup warga Negara
di dalam konstitusi negara adalah :
a) Pembukaan UUD 1945 alinea 1
b) Sila-sila Pancasila
c) UUD 1945 dan peraturan peundangan
lainnya
2. Berbagai Aspek Persamaan
Kedudukan Sikap Warga Negara
a. Bidang Politik
a. Kewajiban bela negara terhadap
keberadaan dan kelangsungan NKRI
b. Pengembangan sistem politik nasional
yang demokratis, termasuk
penyelenggaraan pemilu yang
berkualitas.
c. Meningkatkan partai
politik yang mandiri dengan pendidikan
kaderisasi yang intensif dan
komprehensif.
d. Memperketat dan menetapkan
prinsip persamaan dan antidiskriminasi
dalam kehidupan masyarakat bangsa
dan negara.
b. Bidang Ekonomi
a.Setiap warga negara berhak
memperoleh kesempatan dalam lapangan
kerja atau
perbaikan taraf hidup ekonomi dan menikmati hasil-
hasilnya secara adil sesuai dengan
nilai-nilai kemanusiaan dan darma
baktinya yang diberikankepada
masyrakat, bangsa, dan negara
b.Persamaan kedudukan di bidang
ekonomi untuk menciptakan sistem
ekonomi kerakyatan yang berkeadilan
dan bersaing sehat, efisien,
produktif, berday saing, serta mengembangkan
kehidupan yang layak
anggota masyarakat.
c. Bidang Hukum
Dalam pasal 27 UUD 1945 secara jelas
disebutkan bahwa negara
menjamin warga negaranya tanpa
membedakan ras, agama, gender,
golongan, budaya, dan suku.
d. Bidang Sosial-Budaya
Persamaan kedudukan di bidang
sosial-budaya di antaranya :
memperoleh pelayanan kesehatan
kebebasan mengembangkan diri
memperoleh pendidikan yang bermutu
memelihara tatanan sosial.
3. Contoh Perilaku yang Menampilkan
Persamaan Kedudukan Warga Negara
Menghargai dan menghormati
kedudukan individu dengan tidak menonjolkan
perbedaan yang ada
Menjaga tali persaudaraan dalam
suatu lingkungan
Negara menjamin persamaan kedudukan
warga Negara, sehingga setiap
warga negara memiliki hak dan
kewajiban yang sama
Tidak memicu konflik yang
disebabkan karena terlalu mengagung-agungkan
atau membangga-banggakan
agama/ras/golongan pribadi
Mengakui dan
memperlakukan manusia sesuai harkat dan
martabatnya
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
Tidak mengambil hak-hak milik orang
lain
2.2.2 Persamaan Kedudukan Warga
Negara Tanpa Membeda-bedakan Ras,
Agama, Gender, Golongan, Budaya dan
Suku
Berikut upaya-upaya menghargai
persamaan kedudukan warga negara :
a) Setiap kebijakan
pemerintah hendaknya bertumpu pada persamaan dan
menghargai pluralitas
b) Pemerintah harus terbuka dan
membuka ruang kepada masyarakat berperan
serta dalam pembangunan nasional
tanpa membeda-bedakan sara, gender,
budaya
c) Produk hukum atau peraturan
perundang-undangan harus menjamin persamaan
warga Negara
d) Partisipasi masyarakat dalam
politik harus memperhatikan kesetaraan sara dan
gender
Penerapan prinsip persamaan
kedudukan warga negara antara lain :
a) Tidak memaksakan suatu agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa kepada orang lain
b) Mengakui dan memperlakukan
manusia sesuai harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa
c) Mengakui persamaan derajat,
persamaan hak dan kewajiban asasi setiap
manusia tanpa membeda-bedakan suku,
keturunan, agama, kepercayaan, jenis
kelamin kedudukan social, warna
kulit dsb
d) Mengembangkan sikap tidak
semena-mena terhadap orang lain
e) Sebagai warga Negara dan
masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang
sama
f) Menjaga keseimbangan antara hak
dan kewajiban
g) Tidak menggunakan hak milik untuk
usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Indonesia sebagai negara yang pada
dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’,
mengatur kemungkinan
warganya untuk mendapatkan status kewarganegaraan
melalui prinsip kelahiran. Sebagai
contoh banyak warga keturunan Cina yang masih
berkewarganegaraan Cina
ataupun yang memiliki dwi-kewarganegaraan antara
Indonesia dan Cina, tetapi bermukim
di Indonesia dan memiliki keturunan di
Indonesia. Terhadap anak-anak mereka
ini sepanjang yang bersangkutan tidak
berusaha untuk mendapatkan status
kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya,
dapat saja diterima sebagai
warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal
ini dianggap tidak sesuai dengan
prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya
terhadap mereka itu dapat dikenakan
ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui
proses registrasi biasa, bukan
melalui proses naturalisasi yang mempersamakan
kedudukan mereka sebagai orang asing
sama sekali.
Seorang Warga Negara Indonesia (WNI)
adalah orang yang diakui oleh UU
sebagai warga negara Republik
Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu
Tanda Penduduk
, berdasarkan Kabupaten
atau (khusus DKI Jakarta
) Provinsi, tempat
ia terdaftar sebagai penduduk/warga.
Kepada orang ini akan diberikan nomor
identitas yang unik (Nomor Induk
Kependudukan
, NIK) apabila ia telah berusia 17
tahun dan mencatatkan diri di kantor
pemerintahan. Paspor
diberikan oleh negara
kepada warga negaranya sebagai bukti
identitas yang bersangkutan dalam tata
hukum internasional.
Kewarganegaraan Republik Indonesia
diatur dalam UU no. 12 tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia.
Setiap warga negara berhak
memperoleh kesempatan dalam lapangan kerja
atau perbaikan taraf hidup ekonomi
dan menikmati hasil-hasilnya secara adil sesuai
dengan nilai-nilai
kemanusiaan dan darma baktinya yang
diberikankepada
masyrakat, bangsa, dan negara
Dalam pasal 27 UUD 1945 secara jelas
disebutkan bahwa negara menjamin
warga negaranya tanpa membedakan
ras, agama, gender, golongan, budaya, dan
suku.
3.2 SARAN
Berikut upaya-upaya menghargai
persamaan kedudukan warga negara :
a. Setiap kebijakan pemerintah
hendaknya bertumpu pada persamaan
dan menghargai pluralitas
b. Pemerintah harus terbuka dan
membuka ruang kepada masyarakat
berperan serta dalam pembangunan
nasional tanpa membeda-bedakan
sara, gender, budaya
c. Produk hukum atau peraturan
perundang-undangan harus menjamin
persamaan warga Negara
d.Partisipasi masyarakat dalam
politik harus memperhatikan kesetaraan
sara dan gender.
Daftar pustaka :
And friend’s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar